Tuesday, January 3, 2012

"Sang Pencerah" sebuah tontonan wajib (bagi yang ingin mencari pencerahan) yang menjadi tuntunan dalam memahami perbedaan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Sang Pencerah adalah film drama tahun 2010 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo berdasarkan kisah nyata tentang pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Film ini dibintangi oleh Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan, Ihsan Idol sebagai Ahmad Dahlan Muda, dan Zaskia Adya Mecca sebagai Nyai Ahmad Dahlan.

Film ini menjadikan sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang toleransi, koeksistensi (bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan), kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan yang kurang. Sang Pencerah mengungkapkan sosok pahlawan nasional itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, lelaki tegas pendirian itu juga dimunculkan sebagai pembaharu Islam di Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta rasional. Versi novel kisah ini ditulis oleh wartawan-sastrawan Akmal Nasery Basral, dan mendapat predikat Fiksi Terbaik Islamic Book Fair Award 2011.

Sinopsis
Sepulang dari Mekah, Darwis muda (Muhammad Ihsan Tarore) mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah sesat, Syirik dan Bid'ah.

Dengan sebuah kompas, dia menunjukkan arah kiblat di Masjid Besar Kauman yang selama ini diyakini ke barat ternyata bukan menghadap ke Ka'bah di Mekah, melainkan ke Afrika. Usul itu kontan membuat para kiai, termasuk penghulu Masjid Agung Kauman, Kyai Penghulu Cholil Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo), meradang. Ahmad Dahlan, anak muda yang lima tahun menimba ilmu di Kota Mekah, dianggap membangkang aturan yang sudah berjalan selama berabad-abad lampau.

Walaupun usul perubahan arah kiblat ini ditolak, melalui suraunya Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) mengawali pergerakan dengan mengubah arah kiblat yang salah. Ahmad Dahlan dianggap mengajarkan aliran sesat, menghasut dan merusak kewibawaan Keraton dan Masjid Besar.

Bukan sekali ini Ahmad Dahlan membuat para kyai naik darah. Dalam khotbah pertamanya sebagai khatib, dia menyindir kebiasaan penduduk di kampungnya, Kampung Kauman, Yogyakarta. "Dalam berdoa itu cuma ikhlas dan sabar yang dibutuhkan, tak perlu kiai, ketip, apalagi sesajen," katanya. Walhasil, Dahlan dimusuhi.

Langgar kidul di samping rumahnya, tempat dia salat berjemaah dan mengajar mengaji, bahkan sempat hancur diamuk massa lantaran dianggap menyebarkan aliran sesat.

Dahlan, yang piawai bermain biola, dianggap kontroversial. Ahmad Dahlan juga di tuduh sebagai kyai Kafir karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi seperti sekolah modern Belanda, serta mengajar agama Islam di Kweekschool atau sekolah para bangsawan di Jetis, Yogyakarta.

Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan priyayi Jawa di Budi Utomo. Tapi tuduhan tersebut tidak membuat pemuda Kauman itu surut. Dengan ditemani isteri tercinta, Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) dan lima murid murid setianya : Sudja (Giring Ganesha), Sangidu (Ricky Perdana), Fahrudin (Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adhiswara) dan Dirjo (Abdurrahman Arif), Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman.

Pemeran
Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan
Zaskia Adya Mecca sebagai Siti Walidah
Slamet Rahardjo sebagai Kyai Penghulu Kamaludiningrat
Giring Ganesha sebagai Sudja
Ihsan Taroreh sebagai Darwis muda

Produksi
Sebagai sutradara, Hanung juga dituntut untuk menghidupkan atmosfer dan lanskap Yogyakarta pada akhir 1800-an. Selain dilakukan di Yogyakarta, syuting digelar di Musium Kereta Api Ambarawa dan kompleks Kebun Raya Bogor yang disulap menjadi Jalan Malioboro lengkap dengan Tugu Yogyakarta pada zaman itu. Hanung juga mengembalikan dan mereka ulang bangunan Masjid Besar Kauman, Kota Gede, Bintaran, dan wilayah keraton seratus tahun silam dengan bangunan set lokasi serealistis mungkin. Di beberapa adegan, misalnya saat Dahlan beribadah haji, Hanung juga menggunakan potongan film dokumenter lama koleksi Perpustakaan Nasional.

Dana yang dikeluarkan untuk pembuatan film ini lumayan besar, sekitar Rp 12 miliar. Selain itu, biaya besar dibutuhkan untuk kostum pemain. Misalnya, pakaian batik yang dikenakan pemain mesti sesuai dengan batik pada 1900. Jarik atau kain panjang sengaja didesain khusus untuk film Sang Pencerah sesuai dengan motif yang memang dikenal pada 1900-an; termasuk perlengkapan sorban yang sengaja dibuat sendiri untuk keperluan syuting.

Bagi yang berminat memiliki film ini, silahkan kunjungi disini

No comments:

Post a Comment

Manfaat Teknologi AI bagi Pelajar: Mengoptimalkan Proses Belajar di Era Digital

 Di era digital yang terus berkembang pesat, teknologi Artificial Intelligence (AI) telah memberikan dampak signifikan di berbagai sektor, t...

My Blog List