Setiap suatu kompetisi, tujuan akhirnya adalah meraih prestasi yang memuaskan. Apakah itu dalam cabang olahraga, seni, budaya, pendidikan maupun agama.
Dalam cabang olahraga misalnya sepak bola, tinju, lomba lari, pencak silat, catur, balap motor dan mobil, basket, bowling dan lain sebagainya yang berhubungan dengan olahraga yang diperlombakan dan dipertandingkan.
Begitupula dalam bidang seni dan budaya misalnya tari, drama, menyanyi dan sebagainya. Dan dalam bidang agama misalnya MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) dan cabang-cabang perlombaan lainnya. Seluruhnya para peserta memiliki tujuan mencapai prestasi.
Namun dalam proses itu, ada saja bagi setiap atlet dalam olahraga misalnya. Katakanlah baru-baru ini diberitakan bahwa Terlibat Prostitusi di Jakarta, 4 Atlet Jepang Dipulangkan dari Asian Games 2018. Adalagi sebelumnya bahwa seorang pemain sepak bola terlibat doping sehingga keberadaannya sebagai atlet sepakbola terancam bahkan karirnya pun berakhir.
Memang antara prestasi dengan kebiasaan buruk itu tidak bisa menyatu dan saling mendukung. Prestasi dicapai dikarenakan usaha dari hasil latihan yang keras dan kontinyu sehingga ketika akan menghadapi sebuah even perlombaan dan pertandingan maka latihan tadi merupakan modal untuk mencapai prestasi dan juara.
Namun dalam proses itu, sering kali para atlet merasa "terbebani" dengan harapan yang ditaruh dipundaknya dan hanya satu kata yang ditujukan kepadanya yaitu "juara". Sehingga sang atlet menjadi prustasi dan akhirnya untuk mengurangi beban moral dan merasa "rilek" maka tidak sedikit sang atlet melakukan hal-hal yang dapat merusak karir dan prestasinya. Seperti memakai doping, meminum minuman berakohol bahkan terlibat dalam kegiatan prostitusi.
Penyebabnya tentu depresi dan menjadikan itu sebagai pelarian. Dan dalam agama disebut kurang iman dan keyakinan bahwa manusia itu hanyalah berusaha. Sedangkan Tuhan yang menakdirkannya. Apakah layak juara atau tidak. Itupun tergantung kepada yang bersangkutan atas usaha yang telah dilakukannya.
Kemudian adanya gaya hidup dipengaruhi pergaulan dan "kejenuhan" dalam latihan dan berkompetisi sehingga terjebak dalam kegiatan yang buruk.
Maka semestinya sang atlet bisa mengendalikan dirinya dan menyadari bahwa betapa pentingnya ketenangan jiwa dan berusaha menjauhi dari hal-hal yang dapat merusak karir dan dirinya. Dan ini butuh perhatian dari orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk sang pelatih atlit. Keterbukaan juga sangat penting untuk mendorong sang atlet.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Manfaat Teknologi AI bagi Pelajar: Mengoptimalkan Proses Belajar di Era Digital
Di era digital yang terus berkembang pesat, teknologi Artificial Intelligence (AI) telah memberikan dampak signifikan di berbagai sektor, t...
-
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Muhamma...
-
Ahad, 4 Desember 2011 di Medan Saat Muscab Ortom Dengan semangat "Meluruskan niat mewujudkan cita-cita Muhammadiyah" AMM Ca...
-
Allah berfirman dalam surah Al-Hasyr ayat 18 yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah seti...
No comments:
Post a Comment